Skandal Penipuan Kripto Debiex: Modus Romantik yang Tipu Investor Hingga Rp40 Miliar
Platform trading kripto asal luar negeri, Debiex, menjadi sorotan setelah dihukum dan harus membayar denda sekitar Rp40 miliar ($2,5 juta) karena terlibat dalam skema penipuan berkedok investasi. Pengadilan Federal Arizona, Amerika Serikat, menjatuhkan putusan ini setelah perusahaan tersebut gagal merespons gugatan dari Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas (CFTC).
Penipuan Kripto Debiex ini menggunakan modus “pig butchering,” sebuah taktik licik di mana pelaku membangun hubungan emosional dengan korban melalui media sosial, kemudian membujuk mereka untuk menyetorkan uang ke platform palsu.
Pada 13 Maret 2025, Hakim Douglas Rayes mengabulkan permintaan CFTC untuk putusan singkat perihal kasus ini. Debiex diperintahkan untuk mengembalikan dana senilai Rp33 miliar ($2,26 juta) yang dicuri dari para pelanggan serta membayar denda tambahan hampir Rp3,3 miliar ($221.500).
Hakim juga menegaskan bahwa ketidakhadiran Debiex dalam proses hukum tidak dapat dibenarkan, sehingga mereka tetap bertanggung jawab atas tindakan ilegalnya.
Skandal Penipuan Romantis Berkedok Investasi Kripto
Penipuan Kripto Debiex pertama kali dilaporkan oleh CFTC pada Januari 2024. Dalam gugatannya, regulator AS itu mengungkap bahwa platform ini menggunakan skema “pig butchering,” sebuah metode penipuan yang semakin umum di kalangan pelaku kejahatan dunia maya.
Menurut CSIRT Kabupaten Trenggalek, penipu biasanya mendekati target lewat media sosial, membangun hubungan emosional yang intens, dan meyakinkan korban bahwa mereka adalah trader sukses. Dokumen pengadilan menyebutkan bahwa lima korban tertipu total Rp34 miliar ($2,3 juta).
Alih-alih digunakan untuk aktivitas trading sungguhan pada koin kripto yang berpotensi naik, uang tersebut malah langsung dikuras oleh operator Debiex. Salah satu aktor utama dalam skema ini adalah Zhāng Chéng Yáng, yang diduga berperan sebagai “Pengelola Keuangan.” Dia mengendalikan dompet kripto OKX yang menampung dana hasil penipuan.
Pada 12 Maret 2025, Hakim Rayes menjatuhkan putusan default terhadap Zhāng, memerintahkan isi dompetnya yang mencakup 63 Ether (ETH), senilai Rp1,8 miliar ($119.500), dan USDT senilai Rp85 ribu ($5,70) yang dialihkan kepada salah satu korban.
Bagaimana Penipuan Kripto Debiex Beroperasi?
Menurut laporan CFTC, Debiex menarik investor dengan mengklaim sebagai platform trading berbasis smart contract yang memungkinkan perdagangan berjangka dan mining. Namun, fakta di lapangan sangat berbeda. Tidak ada aktivitas trading yang sebenarnya terjadi di platform ini.
Debiex hanya menampilkan saldo akun palsu, posisi perdagangan fiktif, dan profit bohong kepada pengguna. Para pelaku, sering kali berpura-pura sebagai trader wanita sukses, membangun kedekatan emosional dengan korban melalui percakapan panjang dan foto pribadi palsu. Setelah korban percaya, mereka didorong untuk membuat akun dan menyetorkan dana.
Uang tersebut kemudian langsung dialihkan ke berbagai dompet digital tanpa jejak yang jelas. “Semua data yang ditampilkan di akun pengguna kemungkinan besar hanya rekayasa,” kata CFTC dalam laporannya. Skandal Penipuan Kripto Debiex ini menjadi contoh nyata bagaimana teknologi blockchain dapat disalahgunakan untuk kejahatan finansial.
Penipuan Kripto Debiex ini adalah contoh nyata bagaimana teknologi blockchain dapat disalahgunakan untuk kejahatan finansial. Modus ini tidak hanya merugikan secara materi, tetapi juga meninggalkan trauma mendalam bagi korban yang dibohongi melalui hubungan emosional.
Kasus Debiex bukanlah insiden tunggal. Laporan dari Immunefi, platform keamanan blockchain terkemuka, menunjukkan bahwa kerugian akibat kejahatan kripto meningkat drastis pada awal 2025. Pada Januari 2025, total kerugian tercatat sebesar Rp1,1 triliun ($73,9 juta).
Namun, hanya dalam waktu sebulan, angka ini melonjak 20 kali lipat menjadi Rp22,9 triliun ($1,5 miliar), sebagian besar disebabkan oleh serangkaian peretasan besar-besaran. Jika dibandingkan dengan Februari 2024, kerugian ini meningkat hingga 18 kali lipat. Saat itu, total kerugian tercatat sekitar Rp1,3 triliun ($81,6 juta).
Fakta ini menunjukkan betapa pentingnya kesadaran masyarakat terhadap risiko investasi kripto, termasuk ancaman dari skema seperti Penipuan Kripto Debiex.
Waspadai Modus Penipuan Kripto Debiex dan Investasi Bodong Lainnya
Kasus penipuan kripto Debiex mengingatkan masyarakat Indonesia untuk lebih waspada terhadap skema investasi yang terdengar terlalu menggiurkan. Modus seperti “pig butchering” semakin marak, terutama menargetkan investor pemula yang kurang memahami risiko pasar kripto.
Skandal ini juga menyoroti perlunya regulasi ketat terhadap platform kripto. Tanpa pengawasan yang jelas, investor akan terus menjadi sasaran empuk bagi para penipu. Oleh karena itu, selalu lakukan riset sebelum menyetorkan dana dan jangan mudah tergiur janji keuntungan instan, terutama jika dipromosikan lewat media sosial.
Di tengah tantangan ini, penting untuk memahami bahwa masa depan crypto bukan menggantikan sistem perbankan, melainkan memperluas akses ke layanan keuangan.
Dengan edukasi dan kewaspadaan, investor dapat memanfaatkan peluang investasi kripto dengan aman tanpa terjebak dalam skema penipuan.
Tonton Juga Berita Crypto Terbaru di Channel Cryptonews Indonesia





