Pengadilan Shanghai Akui Mata Uang Virtual Sebagai Properti, Perketat Tindakan Tegas terhadap Perdagangan

Pengadilan Rakyat Distrik Songjiang di Shanghai telah memberikan keputusan pada 19 November terkait sengketa kontrak layanan. Sengketa ini berfokus pada legalitas penerbitan mata uang virtual yang melibatkan kontrak bisnis antarperusahaan.
Kasus tersebut melibatkan perusahaan pengembangan agrikultur dan perusahaan manajemen investasi. Keduanya bekerja sama untuk layanan penerbitan token dan pembiayaan berbasis blockchain, tetapi kemudian terjadi perselisihan yang berujung pada gugatan di pengadilan.
Pengadilan Shanghai Mengakui Mata Uang Virtual Sebagai Properti di Tiongkok: Apa Dampaknya untuk Dunia Crypto?
Pengadilan Tinggi Shanghai memberikan keputusan penting yang menyatakan bahwa cryptocurrency memiliki “atribut properti” berdasarkan hukum Tiongkok. Dengan demikian, mata uang virtual mendapatkan perlindungan sebagai komoditas.
Namun, keputusan tersebut memberikan batasan bahwa perlindungan ini tidak berlaku untuk penggunaan cryptocurrency sebagai alat pembayaran atau instrumen keuangan lainnya. Pandangan hukum ini mencerminkan kebijakan yang tegas tetapi terarah dari otoritas hukum di Tiongkok.
Kasus ini bermula pada tahun 2017 ketika perusahaan agrikultur mencoba memanfaatkan lonjakan harga Bitcoin dan Ethereum yang sedang naik tajam. Perusahaan tersebut melihat peluang untuk mengumpulkan dana dengan cara menerbitkan mata uang cryptocurrency mereka sendiri.
Untuk mewujudkan rencana ini, perusahaan agrikultur menjalin kontrak dengan perusahaan investasi untuk membantu proses penerbitan token.
Mereka menyepakati sebuah “Perjanjian Inkubasi Blockchain,” yang mencakup pembuatan white paper dan fasilitasi penerbitan token melalui teknologi blockchain. Sebagai imbalan atas jasa tersebut, perusahaan agrikultur berkomitmen membayar biaya sebesar RMB 300,000.
Namun, setahun berlalu tanpa penerbitan token yang dijanjikan. Perusahaan investasi beralasan bahwa penerbitan token memerlukan pengembangan aplikasi tertentu yang berada di luar ruang lingkup perjanjian awal. Hal ini menyebabkan ketidakpuasan dari perusahaan agrikultur.
Karena merasa dirugikan, perusahaan agrikultur menggugat perusahaan investasi. Mereka meminta pembatalan kontrak dan pengembalian pembayaran yang telah dilakukan sebelumnya.
Pengadilan Tinggi Shanghai akhirnya menyatakan bahwa kontrak tersebut tidak sah. Alasannya, kontrak ini melibatkan aktivitas keuangan ilegal yang berupa penggalangan dana publik tanpa izin resmi.
Keputusan ini menyoroti penegakan hukum Tiongkok terhadap aktivitas keuangan berbasis blockchain yang tidak sesuai aturan.
Pengadilan menjelaskan bahwa penerbitan token untuk mengumpulkan dana tanpa otorisasi resmi tergolong operasi keuangan ilegal.
Aktivitas tersebut melanggar beberapa peraturan di Tiongkok, termasuk larangan penerbitan sekuritas ilegal, penipuan keuangan, dan skema piramida.
Pengadilan juga mencatat bahwa kedua pihak dalam kasus ini tidak memiliki kualifikasi hukum untuk melakukan penerbitan token. Kontrak mereka dianggap melanggar regulasi keuangan, sehingga berkontribusi pada ketidakstabilan tatanan ekonomi.
Sebagai hasil dari putusan ini, pengadilan memerintahkan perusahaan investasi untuk mengembalikan sebagian besar dana sebesar RMB 250,000 kepada perusahaan agrikultur.
Namun, pengadilan juga menekankan bahwa kedua belah pihak sama-sama bersalah karena terlibat dalam kontrak yang ilegal. Sebagian tuntutan lainnya ditolak, dan kedua belah pihak menerima keputusan tersebut sebagai keputusan yang mengikat secara hukum.
Paradoks Crypto di Tiongkok: Mengakui Nilai tetapi Memperketat Pengendalian
Meskipun kebijakan Tiongkok terhadap cryptocurrency sangat ketat, keputusan ini mengakui bahwa aset crypto memiliki nilai sebagai komoditas. Namun, penggunaannya sebagai alat pembayaran atau investasi tetap sangat terbatas.
Tiongkok memiliki salah satu kebijakan paling restriktif di dunia terhadap cryptocurrency. Pada tahun 2021, negara ini memberlakukan larangan besar-besaran terhadap aktivitas penambangan Bitcoin dan memberlakukan pembatasan ketat pada perdagangan crypto.
Namun, di sisi lain, negara ini tetap aktif menjajaki penggunaan teknologi blockchain dalam berbagai aspek ekonomi lainnya.
Sebagai contoh, pada KTT BRICS baru-baru ini, Tiongkok menyatakan dukungannya terhadap penggunaan teknologi blockchain untuk pembayaran lintas batas.
Selain itu, negara ini terus mendorong penerapan yuan digital, mata uang digital bank sentral (CBDC), dalam berbagai perjanjian perdagangan internasional.
Berbeda dengan daratan Tiongkok, Hong Kong mengambil pendekatan yang lebih terbuka terhadap cryptocurrency. Baru-baru ini, Hong Kong memberikan persetujuan terhadap peluncuran dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) Bitcoin pertama.
Keputusan ini memberikan peluang bagi investor dari Tiongkok daratan untuk mendapatkan akses terbatas terhadap aset crypto, meskipun masih dalam pengawasan ketat.
Ingin tahu lebih banyak tentang peluang kripto yang sedang naik daun? Jelajahi crypto yang akan naik untuk mendapatkan insight terbaru tentang aset digital yang berpotensi besar di pasar. Jangan lewatkan kesempatan untuk mengenali investasi kripto paling menjanjikan sebelum terlambat!
Jangan lewatkan informasi terkini dan peluang terbaik dalam dunia crypto! Bergabunglah dengan grup Telegram kami di Crypto News Indonesia untuk mendapatkan update harian, sinyal crypto, dan diskusi bersama komunitas investor lainnya. Jadilah yang pertama tahu!