Apakah Konsumsi Energi Bitcoin Benar-Benar Melebihi 80 Negara? Analis Menyatakan ‘Tidak’
Kami percaya pada transparansi penuh dengan pembaca kami. Beberapa konten di situs kami mengandung tautan afiliasi, dan kami mungkin menerima komisi melalui kemitraan ini. Namun, potensi kompensasi ini tidak pernah memengaruhi analisis, opini, atau ulasan kami. Semua konten editorial kami dibuat secara independen dari kemitraan pemasaran, dan penilaian kami sepenuhnya didasarkan pada kriteria evaluasi yang telah ditetapkan. Baca Selengkapnya!

Poin-Poin Utama:
- Laporan terbaru menyebutkan bahwa Bitcoin mengonsumsi 91.510 GWh energi per tahun – lebih banyak daripada Ekuador, Bulgaria, Finlandia, dan Sri Lanka.
- Para pakar crypto menilai studi Utilities Now tidak akurat, keluar dari konteks, dan minim pemahaman yang mendalam.
- Mereka menyatakan bahwa BTC “saat ini merupakan industri dengan penggunaan energi paling berkelanjutan di dunia,” dengan 58% energi untuk mining berasal dari sumber terbarukan.
Platform konsumen bernama Utilities Now merilis laporan baru yang menyatakan bahwa Bitcoin kini menggunakan lebih banyak energi per tahun dibandingkan lebih dari 80 negara di dunia. Namun, para analis yang diwawancarai oleh Cryptonews menilai laporan tersebut cacat secara metodologi.
Menurut mereka, laporan dari Utilities Now tidak memberikan konteks yang menyeluruh, mengabaikan faktor-faktor penting, serta ‘secara tidak adil’ menjadikan Bitcoin sebagai kambing hitam. Padahal, terdapat industri lain yang juga padat energi seperti sektor keuangan tradisional (TradFi) yang tidak disebutkan dalam laporan tersebut.
Sebagai platform yang membantu konsumen menemukan tarif listrik terjangkau, Utilities Now dalam laporannya menyatakan bahwa:
- Bitcoin mengonsumsi 91.510 gigawatt-jam (GWh) energi per tahun, lebih besar dari konsumsi tahunan Ekuador (90.000 GWh), Bulgaria (87.000 GWh), dan Sri Lanka (86.000 GWh).
- Bitcoin menggunakan 250 GWh per hari—cukup untuk menyalakan 8,4 juta rumah di Amerika Serikat selama 24 jam atau memenuhi kebutuhan energi Barbados selama 91,5 hari.
- Permintaan energi harian Bitcoin setara dengan konsumsi energi tahunan Chad selama 305 hari atau Somalia selama 229 hari.
“Peningkatan konsumsi energi Bitcoin adalah kombinasi antara kisah teknologi dan peringatan global,” ujar juru bicara Utilities Now. “Dengan meningkatnya dampak ekonomi dan lingkungan, prioritas energi global kini tengah mengalami pergeseran signifikan.”
Laporan tersebut menganalisis data dari Cambridge University melalui Bitcoin Electricity Consumption Index serta informasi dari U.S. Energy Information Administration (EIA). Dalam analisisnya, Utilities Now membandingkan konsumsi energi Bitcoin dengan konsumsi energi harian dan tahunan di 150 negara. Mereka menghitung berapa hari konsumsi listrik harian Bitcoin bisa mencukupi kebutuhan energi setiap negara.
Namun, keakuratan data dari Cambridge University telah banyak dipertanyakan karena masih menggunakan dataset lama yang tidak mencerminkan proporsi energi terbarukan dalam campuran energi Bitcoin. Meskipun demikian, sejumlah kritikus tetap menjadikan data tersebut sebagai landasan untuk mendiskreditkan cryptocurrency ini.
Analis Menilai Laporan Melebih-lebihkan Konsumsi Energi Bitcoin
Dua pakar yang berbicara kepada Cryptonews menyampaikan kritik terhadap laporan tersebut. Mereka menilai bahwa meskipun Utilities Now mengangkat isu penting terkait konsumsi energi, namun pendekatannya bias dan menimbulkan kepanikan yang tidak proporsional.
Mason Jappa, CEO perusahaan mining Bitcoin asal Amerika Serikat, Blockware Solutions, menyatakan bahwa laporan tersebut melebih-lebihkan konsumsi energi Bitcoin karena menggunakan asumsi lama mengenai efisiensi perangkat mining.
Menurutnya, data dasar dalam laporan tersebut menggunakan asumsi efisiensi rata-rata ASIC miner—atau application-specific integrated circuit—sebesar 22,15 joule per terahash (J/TH). Namun, banyak perangkat baru yang jauh lebih efisien dari angka tersebut.
Bahkan Antminer S19 XP yang telah dirilis sejak tahun 2022 memiliki efisiensi sebesar 21 watt per terahash (W/TH), ungkap Jappa. Ia menambahkan bahwa banyak perusahaan mining saat ini melaporkan efisiensi armada rata-rata di bawah 20 W/TH, yang berarti konsumsi energi riil kemungkinan jauh lebih rendah dari estimasi laporan.

ASIC merupakan perangkat keras yang dirancang khusus untuk mining Bitcoin dengan efisiensi tinggi. Proses mining BTC melibatkan pemecahan persoalan matematis kompleks guna memverifikasi transaksi dan menambahkannya ke dalam blockchain.
ASIC mampu melakukan proses tersebut jauh lebih cepat dibandingkan dengan GPU atau CPU.
Oleksandr Lutskevych, CEO crypto exchange CEX.io, sebelumnya mengatakan kepada Cryptonews bahwa efisiensi energi perangkat mining seperti ASIC meningkat drastis dalam satu dekade terakhir, mencapai peningkatan antara 200 hingga 1.000 kali lipat.
Selain itu, sebagian besar perangkat ASIC saat ini juga dapat didaur ulang sepenuhnya. Namun tetap saja, proses mining yang berbasis Proof-of-Work di jaringan Bitcoin membutuhkan konsumsi listrik dalam jumlah besar dan kerap disalahkan atas dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Energi Terbarukan Mendominasi Sumber Daya Mining Bitcoin
Mason Jappa juga menyoroti bahwa laporan Utilities Now gagal memperhitungkan peran signifikan energi terbarukan dalam ekosistem mining Bitcoin. “Selain mengabaikan penggunaan energi terbarukan, laporan ini juga tidak mempertimbangkan dua faktor penting lainnya,” jelasnya.
Faktor pertama adalah pemanfaatan energi terbuang—atau “stranded energy”—oleh para pelaku mining Bitcoin. Jenis energi ini biasanya berasal dari kelebihan pasokan sumber daya seperti gas alam yang tidak dimanfaatkan dan justru dibakar begitu saja. Mining Bitcoin memberikan solusi bagi energi tersebut agar tidak terbuang sia-sia.
Faktor kedua menyangkut dampaknya terhadap harga listrik. Menurut CEO Blockware tersebut:
“Permintaan energi yang konstan dari para miner Bitcoin menciptakan insentif finansial bagi produsen energi untuk meningkatkan produksi. Hal ini memungkinkan tercapainya skala ekonomi yang lebih efisien dan pada akhirnya menurunkan harga listrik bagi konsumen ritel. Jadi, seberapa besar kontribusinya dalam menurunkan harga listrik ritel?”
Daniel Batten, seorang investor teknologi iklim sekaligus aktivis lingkungan, mengungkapkan bahwa BTC “saat ini merupakan industri dengan daya dukung energi paling berkelanjutan di dunia.” Sekitar 58% energi yang digunakan untuk mining berasal dari sumber terbarukan seperti tenaga air, surya, dan angin. Sebagai perbandingan, angka ini hanya sebesar 33% pada periode 2020–2021.

Saat mengomentari laporan Utilities Now, Batten menyebut bahwa studi tersebut “mengandalkan data yang sudah sangat usang” dan “melakukan kesalahan dengan menyamakan konsumsi energi dengan kerusakan lingkungan.”
“Keduanya jelas tidak sama. Bahkan, fleksibilitas dalam cara Bitcoin menggunakan energi telah dibuktikan melalui 15 studi yang telah melewati proses peer-review, yang menunjukkan bahwa mining Bitcoin memiliki dampak positif terhadap lingkungan,” jelasnya kepada Cryptonews. Ia menambahkan:
“Dengan menyamakan konsumsi energi dengan kerusakan lingkungan secara langsung, dan mengabaikan banyak bukti ilmiah yang menunjukkan dampak positif Bitcoin terhadap lingkungan, laporan ini memberikan sudut pandang yang kurang mendalam dan minim pemahaman terhadap sektor mining Bitcoin. Kesimpulan seperti ini tidak dapat dijadikan rujukan serius oleh para pembuat kebijakan maupun regulator.”
Batten menyatakan bahwa laporan tersebut terlalu satu sisi dan mengabaikan kontribusi positif Bitcoin terhadap lingkungan, seperti mempercepat pengembalian modal untuk proyek solar farm, menstabilkan jaringan listrik, serta mengurangi emisi metana dari tempat pembuangan sampah.
Menurut data dari Bitcoin Mining Council, intensitas emisi dari jaringan Bitcoin—yang mengukur jumlah emisi karbon yang dilepaskan per satuan energi yang digunakan—telah turun sebanyak 50% dalam empat tahun terakhir.
Artinya, setiap kali seseorang mengirim transaksi melalui jaringan Bitcoin atau menggunakan aset ini sebagai penyimpan nilai, maka mereka secara bersih ikut mengurangi emisi karbon. Hal tersebut telah dijelaskan Batten dalam wawancaranya sebelumnya bersama Cryptonews.

Bitcoin vs Keuangan Tradisional: Perbandingan yang Lebih Adil?
Salah satu kekurangan paling mencolok dari laporan Utilities Now adalah kegagalannya dalam menempatkan konsumsi listrik Bitcoin dalam konteks industri yang sedang ia ganggu langsung—yakni sektor keuangan tradisional.
Sistem keuangan konvensional sangat bergantung pada infrastruktur fisik yang besar seperti gedung perkantoran, pusat data, dan jaringan ATM. Semua fasilitas ini menggunakan listrik dalam jumlah besar yang mayoritas masih berasal dari pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara. Sementara itu, operasi mining BTC dapat berpindah lokasi ke wilayah yang memiliki sumber energi terbarukan berlimpah.
Mason Jappa dari Blockware menegaskan bahwa analisis yang jujur seharusnya membandingkan konsumsi energi Bitcoin dengan sistem perbankan atau aset penyimpan nilai lain seperti emas, properti, atau surat utang negara Amerika Serikat (U.S. Treasuries).
“Laporan ini memiliki masalah fundamental sejak awal karena menyajikan penggunaan energi seolah-olah merupakan hal yang sepenuhnya buruk,” ungkap Jappa kepada Cryptonews.
“Menyerang konsumsi dan produksi energi sama saja dengan menyerang esensi kehidupan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, premis utama dari artikel ini patut untuk ditolak secara keseluruhan.”
Ia mempertanyakan kredibilitas temuan dalam laporan tersebut dan menilai bahwa penulisnya memiliki “bias anti-Bitcoin.” Jappa menyatakan:
“Bahkan jika kita menerima premis ekstrem bahwa konsumsi energi selalu berdampak negatif, maka pendekatan yang adil tidak akan membandingkan Bitcoin dengan sekumpulan negara secara acak. Sebaliknya, perbandingan seharusnya dilakukan terhadap aset penyimpan nilai lainnya.”
Konsumsi daya Bitcoin tidak mendekati angka yang dihasilkan oleh sistem perbankan tradisional. Sebuah studi yang diterbitkan oleh kriptografer Michel Khazzaka pada 2022 menunjukkan bahwa sektor perbankan global mengonsumsi sekitar 4.981 terawatt-jam listrik per tahun—angka ini 40 kali lebih besar dibandingkan Bitcoin. Namun, angka ini bukan satu-satunya yang beredar.
Laporan dari perusahaan crypto Galaxy Digital pada 2022 menunjukkan bahwa sistem perbankan global menggunakan sekitar 264 terawatt-jam listrik per tahun—atau tiga kali lebih banyak daripada total konsumsi Bitcoin.
Di sisi lain, sektor penambangan emas menghabiskan sekitar 265 terawatt-jam listrik sepanjang tahun 2023, berdasarkan sejumlah laporan. Ini berarti konsumsi energi dalam industri emas lebih dari dua kali lipat dibandingkan energi yang digunakan oleh ekosistem Bitcoin.
Baik Jappa maupun Batten sama-sama sepakat bahwa penggunaan energi tidak secara otomatis dianggap negatif karena berperan besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan kemajuan manusia. Pertanyaan utama yang perlu diajukan adalah apakah manfaat dari industri tersebut sebanding dengan biayanya—dan apakah industrinya bergerak ke arah yang lebih berkelanjutan.
“Penggunaan energi oleh Bitcoin serta emisi yang ditimbulkan sebagai akibatnya, tidak terjadi dalam ruang hampa,” jelas Batten.
“Bitcoin mampu menggantikan industri yang jauh lebih intensif dalam hal emisi: perbankan sebagai sarana transaksi dan emas sebagai penyimpan nilai. Membuat klaim bahwa ‘kendaraan listrik menghasilkan emisi’ tanpa mengakui bahwa mereka menggantikan teknologi berbahan bakar fosil yang lebih merusak adalah analogi yang tepat,” tambahnya.
Hingga saat berita ini ditayangkan, pihak Utilities Now belum memberikan tanggapan atas pertanyaan yang diajukan oleh Cryptonews.
Catatan Akhir: Apa Langkah Selanjutnya?
Laporan Utilities Now memang berhasil menarik perhatian publik terhadap konsumsi energi Bitcoin. Namun, analis dan pelaku industri menilai laporan ini kurang objektif serta mengabaikan konteks penting. Perbandingan dengan negara tanpa mempertimbangkan efisiensi perangkat dan penggunaan energi terbarukan menghasilkan narasi yang menyesatkan. Konsumsi energi Bitcoin harus dianalisis secara adil dan menyeluruh.
Fakta bahwa 58% energi mining BTC berasal dari sumber terbarukan menunjukkan adanya transformasi besar dalam praktik industri ini. Banyak perusahaan mining kini mengadopsi teknologi efisien dan memanfaatkan energi tak terpakai, sehingga tidak membebani sistem energi utama. Penurunan emisi sebesar 50% dalam empat tahun adalah indikator positif bahwa industri ini menuju arah yang lebih ramah lingkungan. Artinya, mining tidak selalu identik dengan kerusakan lingkungan.
Industri keuangan tradisional dan penambangan emas justru memiliki konsumsi energi yang jauh lebih besar dibandingkan Bitcoin. Namun, laporan Utilities Now tidak membandingkan sektor-sektor tersebut secara proporsional. Tanpa membandingkan terhadap sektor yang relevan, argumen tentang konsumsi Bitcoin menjadi tidak utuh. Perbandingan yang adil sangat penting untuk memahami dampak sebenarnya.
Selain memberikan peluang finansial, Bitcoin juga menjadi alat untuk efisiensi energi di beberapa wilayah. Penggunaan stranded energy serta stabilisasi jaringan listrik merupakan manfaat yang jarang disorot. Keunggulan ini perlu terus diteliti dan dieksplorasi oleh pembuat kebijakan. Bitcoin bisa menjadi solusi, bukan ancaman.
Pembaca perlu memahami bahwa konsumsi energi tidak otomatis berarti kerusakan lingkungan. Energi adalah fondasi kemajuan teknologi dan ekonomi. Pertanyaannya bukan seberapa banyak energi digunakan, tetapi bagaimana energi tersebut dimanfaatkan. Regulasi yang mendukung efisiensi dan penggunaan energi terbarukan menjadi langkah strategis ke depan.
Jika tertarik dengan Bitcoin namun bingung bagaimana cara membelinya, kami sudah siapkan panduan lengkap untuk Anda. Dalam artikel cara membeli Bitcoin ini, Anda akan menemukan langkah-langkah mudah, aman, dan cepat untuk memiliki aset crypto pertama Anda. Panduan ini cocok untuk pemula yang ingin mulai berinvestasi tanpa kebingungan. Jangan lewatkan informasi penting ini karena harga BTC bisa berubah cepat!
Memahami Bitcoin saja tidak cukup jika Anda ingin lebih dalam terlibat di dunia crypto. Dalam panduan cara membeli cryptocurrency ini, Anda bisa belajar bagaimana membeli berbagai jenis aset digital lain dengan mudah. Pelajari cara memilih exchange terpercaya hingga proses transaksi step-by-step. Akses panduannya sekarang dan mulai diversifikasi portofolio Anda.
Dapatkan berita terbaru, insight mendalam, dan diskusi langsung seputar Bitcoin, altcoin, dan industri blockchain hanya di grup Crypto News Indonesia di Telegram. Komunitas ini jadi tempat terbaik untuk selalu update terhadap perkembangan pasar crypto dalam bahasa Indonesia. Dapatkan juga peluang eksklusif dan info presale langsung dari ahlinya. Klik link dan bergabung sekarang agar tidak tertinggal!
Tonton juga Berita Crypto Terbaru di Channel Cryptonews Indonesia






