Apakah Hyperliquid Aman? Mengupas Drama Eksploitasi JELLY Senilai $13,5 Juta
Kami percaya pada transparansi penuh dengan pembaca kami. Beberapa konten di situs kami mengandung tautan afiliasi, dan kami mungkin menerima komisi melalui kemitraan ini. Namun, potensi kompensasi ini tidak pernah memengaruhi analisis, opini, atau ulasan kami. Semua konten editorial kami dibuat secara independen dari kemitraan pemasaran, dan penilaian kami sepenuhnya didasarkan pada kriteria evaluasi yang telah ditetapkan. Baca Selengkapnya!

Poin-Poin Penting:
- Seorang trader memanfaatkan mekanisme likuidasi pada token JELLY untuk memicu kerugian sebesar $13,5 juta pada Hyperliquid Vault.
- Ini bukan insiden pertama—strategi serupa sebelumnya digunakan pada ETH dan LINK, yang akhirnya mendorong perubahan aturan.
- Kasus ini memunculkan keraguan terhadap tingkat desentralisasi Hyperliquid serta cara DEX menangani token dengan likuiditas rendah.
Pada tanggal 26 Maret, seorang trader menjalankan strategi kompleks yang menyebabkan kerugian besar di Hyperliquid Vault (HLP), dengan memanfaatkan posisi short leverage pada token berkapitalisasi kecil, Jelly-my-Jelly (JELLY).
Berdasarkan analisis dari tim Arkham, trader tersebut mengoperasikan tiga akun berbeda di Hyperliquid dan mendepositkan sekitar $7 juta dalam hitungan menit. Ia membuka dua posisi long masing-masing sebesar $2,15 juta dan $1,9 juta, serta satu posisi short senilai $4,1 juta.
Untuk memicu likuidasi, trader tersebut secara sengaja menarik margin dari posisi short-nya. Tindakan ini mendorong posisi tersebut agar masuk ke dalam pengelolaan Hyperliquid Vault (HLP). Setelah itu, harga JELLY sengaja dipompa dengan agresif hingga mengalami lonjakan signifikan.
Karena JELLY memiliki kapitalisasi pasar yang sangat kecil, pergerakan harga menjadi sangat sensitif terhadap aktivitas tersebut. Sebelum insiden ini, token ini mencatat volume perdagangan yang rendah dan hampir tidak menunjukkan pergerakan signifikan pada grafik sejak pertama kali diluncurkan.

Sebagai automated market maker (AMM), Hyperliquid Vault ikut terjebak dalam fluktuasi harga tersebut. Ketika harga JELLY melonjak tajam, vault menderita kerugian sebesar $13,5 juta. Menurut data dari Three Sigma, apabila kapitalisasi pasar token ini sempat menyentuh $700 juta, maka kerugiannya bisa jauh lebih besar.
Untuk menghentikan potensi kerugian lanjutan, pihak Hyperliquid segera menutup pool JELLY di harga $0,095.
‘Ini Murni Teori Permainan’: Apakah Hyperliquid Bertanggung Jawab?
Eksploitasi terhadap JELLY menjadi salah satu topik yang paling banyak diperbincangkan di ruang crypto dalam beberapa hari terakhir. Bagi para pengguna Hyperliquid, kekhawatiran utama terletak pada kerentanan protokol terhadap manipulasi semacam ini.
Dari sisi teknis, tidak terjadi peretasan terhadap sistem Hyperliquid, dan dana klien juga tidak langsung dicuri. Namun, analis dari Three Sigma menekankan bahwa trader tersebut menemukan celah pada sistem likuidasi Hyperliquid, bukan pada kode pemrogramannya.
Insiden antara Hyperliquid dan JELLY mencerminkan permasalahan yang lebih luas: risiko yang dihadapi oleh decentralized exchanges (DEX) serta token-token dengan likuiditas rendah. Walaupun trader tersebut akhirnya mengalami kerugian setelah Hyperliquid secara manual menutup pasar JELLY, sebagian komunitas crypto tetap melontarkan kritik terhadap platform ini.
Beberapa pengguna menyuarakan kekhawatiran atas kurangnya aspek desentralisasi dan mempertanyakan legalitas serta transparansi langkah intervensi yang dilakukan oleh vault.
Menurut pihak Hyperliquid, posisi profit dan loss (PNL) mereka saat ini telah kembali ke level sebelum insiden terjadi. Para trader yang pernah berinteraksi dengan pool JELLY namun tidak terlibat dalam eksploitasi akan mendapatkan pengembalian dana mereka.
Apa dampak dari insiden ini terhadap masa depan protokol terdesentralisasi seperti Hyperliquid masih menjadi bahan diskusi. Karena Hyperliquid beroperasi sebagai automated market maker (AMM), salah satu solusi yang memungkinkan adalah membatasi ukuran perdagangan pada token-token dengan likuiditas rendah seperti JELLY, guna mencegah kejadian serupa.
Apakah Hyperliquid Menjadi Sasaran Eksploitasi Berulang?
Insiden JELLY bukan pertama kalinya strategi serupa diterapkan di platform Hyperliquid. Sebelumnya, seorang trader dengan julukan “ETH 50x Big Guy” pernah menjalankan skema sejenis dengan memanfaatkan Ethereum (ETH). Hasil dari eksploitasi tersebut, trader tersebut berhasil meraup keuntungan sebesar $1,8 juta. Sementara itu, Hyperliquid Vault mencatatkan kerugian hingga $4 juta.
Setelah insiden itu, trader yang sama mencoba menggunakan pendekatan yang mirip terhadap token Chainlink (LINK). Ia membuka posisi dengan leverage 10x, dengan ukuran posisi perdagangan mencapai sekitar $31 juta.
Sebagai respons terhadap serangkaian serangan tersebut, tim Hyperliquid mengimplementasikan sejumlah langkah pencegahan baru untuk mengurangi risiko eksploitasi di masa mendatang. Salah satu langkah yang diambil adalah penurunan batas leverage maksimum dari 40x menjadi 25x, khusus untuk perdagangan Bitcoin (BTC) dan Ethereum (ETH).
Namun, dalam kasus terbaru ini, fokus eksploitasi bergeser ke token dengan kapitalisasi rendah seperti JELLY. Kondisi likuiditas yang terbatas dan volatilitas tinggi membuat strategi manipulatif menjadi jauh lebih efektif dibandingkan ketika menyasar aset crypto besar.
Apakah Binance Terlibat Dalam Kasus Hyperliquid–JELLY?
Perkembangan terbaru dalam kisah eksploitasi JELLY menyeret nama Binance ke dalam sorotan. Setelah Hyperliquid memutuskan untuk menghapus JELLY dari platformnya, Binance justru mencantumkan token tersebut untuk perdagangan perpetual dengan leverage hingga 25x. Langkah ini memicu spekulasi bahwa terjadi persaingan antara kedua platform tersebut.
Peneliti blockchain independen ZachXBT mengungkapkan bahwa alamat dompet yang digunakan oleh para trader yang terlibat dalam eksploitasi JELLY—termasuk seorang trader kedua yang mencoba menyalin strategi yang sama—kemungkinan besar mendapat dukungan dari Binance.
Di sisi lain, salah satu pendiri Binance, Yi He, memberikan tanggapan terhadap sebuah unggahan yang membahas kemungkinan keterlibatan Binance dalam insiden ini. Meskipun jawabannya bersifat ambigu, ia sempat menyampaikan pernyataan samar bahwa dirinya “mungkin akan ikut terlibat dalam persaingan ini,” yang justru memperkuat spekulasi di komunitas crypto.
Situasi ini menunjukkan bahwa Hyperliquid perlu bertindak cepat untuk mencegah skema serupa terulang kembali, apalagi para trader mampu menjalankan strategi tersebut tanpa harus membobol sistem protokol. Selain itu, Hyperliquid kini juga harus bersiap menghadapi potensi tekanan persaingan yang meningkat dari pihak Binance.
Namun penting untuk dicatat bahwa Hyperliquid juga tidak bisa dipandang remeh. Platform ini menjadi salah satu pesaing kuat untuk produk perdagangan perpetual milik Binance. Menurut data dari CryptoRank, selama 30 hari terakhir, Hyperliquid menduduki posisi ketiga dalam daftar proyek dengan pendapatan tertinggi. Platform ini berhasil menghasilkan hampir $45 juta, hanya kalah dari dua platform yang berfokus pada stablecoin.
Apa Selanjutnya dari Kasus Hyperliquid?
Hyperliquid saat ini masih menghadapi sorotan tajam dari komunitas crypto setelah insiden manipulasi JELLY. Meskipun sistem tidak diretas, kelemahan pada mekanisme likuidasi berhasil dimanfaatkan trader cerdik. Hal ini menunjukkan pentingnya penguatan sistem internal, bahkan untuk protokol terdesentralisasi.
Tindakan cepat dengan menutup pool JELLY menunjukkan bahwa tim Hyperliquid cukup responsif. Namun, transparansi dalam pengambilan keputusan tetap menjadi sorotan. Beberapa pihak mempertanyakan apakah tindakan tersebut sejalan dengan prinsip DEX yang seharusnya permissionless.
Langkah korektif seperti pengurangan leverage dan evaluasi pada token berkapitalisasi kecil perlu diterapkan secara konsisten. Terutama karena kasus ini bukan satu-satunya eksploitasi yang terjadi di platform Hyperliquid. Strategi jangka panjang perlu mencakup perlindungan terhadap trader ritel.
Komunitas juga harus mulai memperhatikan pentingnya informasi sebelum membeli token yang belum likuid. Jangan hanya tergoda potensi profit cepat tanpa memahami struktur pasar dan mekanismenya. Di sisi lain, investor cerdas selalu mencari aset dengan fundamen kuat dan transparansi tinggi.
Melihat dinamika ini, proyek-proyek presale yang didukung komunitas dan memiliki potensi pertumbuhan jangka panjang seperti BTC Bull bisa menjadi opsi yang lebih aman. Proyek ini memberikan peluang bagi investor awal untuk ikut serta sebelum listing resmi. Anda bisa mendapatkan akses eksklusif, potensi ROI tinggi, dan dukungan dari komunitas global.
Jika drama Hyperliquid dan JELLY membuat Anda berpikir ulang soal keamanan DEX, mungkin saatnya mempertimbangkan langkah awal yang lebih stabil. Pelajari bagaimana cara membeli Bitcoin secara aman dan efisien tanpa terseret risiko manipulasi harga. Baca panduan lengkap dan mudah melalui artikel Cara Membeli Bitcoin untuk Pemula. Informasi ini sangat penting untuk Anda yang baru masuk ke dunia crypto dan ingin meminimalkan risiko sejak awal.
Eksploitasi JELLY jadi bukti bahwa tidak semua aset crypto aman untuk dibeli, apalagi yang likuiditasnya rendah. Pahami cara membeli cryptocurrency secara benar agar tidak terjebak skema manipulatif seperti di kasus ini. Cek panduan Cara Membeli Cryptocurrency dengan Aman agar Anda tidak salah langkah dalam memilih proyek digital asset. Proteksi aset Anda dimulai dari pengetahuan yang benar.
Jangan lewatkan informasi penting dan update real-time seputar insiden crypto seperti JELLY dan Hyperliquid. Bergabunglah bersama ribuan anggota komunitas yang aktif berbagi berita, analisis, dan peluang terbaik di dunia crypto Indonesia. Klik sekarang untuk join grup Crypto News Indonesia di Telegram. Jangan sampai ketinggalan kabar penting yang bisa bantu Anda ambil keputusan cepat!
Tonton juga Berita Crypto Terbaru di Channel Cryptonews Indonesia






